Sudah menjadi kelaziman di pesantren setiap malam Jum’at ba’da sholat
Magrib membaca Yasin dan tahlil untuk mendoakan keluarga masing-masing
santri, sehingga hampir semua santri hafal di luar kepala tentang bacaan
Yasin dan Tahlil.
Terdapat santri baru, sebut saja namanya Asmuni. Santri Baru Asmuni
cinta sekali dengan kyai sehingga seluruh gerak-gerik yang dilakukan
meniru gaya kiyai, dari cara bicara, cara berjalan, ketika becanda, gaya
marahnya kyaipun ditiru, bahkan gaya pidato KH Zainunddin MZ da’i
sejuta umat, tak luput di tiru pula.
Dan sudah menjadi tradisi ketika ada tetangga Pesantren yang
meninggal dunia atau sekedar mendoakan keluarga, santri pesantren turut
di undang oleh masyarakat lingkungan untuk sekedar turut mendo’akan dan
berbaur bersama-sama dengan mesayarakat, tak luput Santri Baru Bsmuni,
juga turut dalam rombongan itu.
Sepakat santri senior mengerjain Santri Baru Asmuni, saat pelaksanaannya Santri Baru Asmuni di daulat untuk memimpin tahlil.
“Monggo ustadz katuran” , di persilakanlah Santri Baru Asmuni untuk memimpin.
Dengan muka memerah dan gugup langsung Santri Baru Asmuni menduduki
tempat yang telah disediakan tuan rumah untuk memimpin tahlil.
Tanpa muqoddimah dan basa-basi santri baru memimpin kuur menyamakan suara.
“Afddoludzikri fa’lam annahu laa ilaa ha ilallah”, diulangnya tiga kali.
Kemudian bacaan “Laa ilaa ha ilallah”, full dibaca lebih dari tiga
puluh menit tanpa bacaan yang lain, bersama para santri dan undangan.
Ketika dirasa sudah cukup, Santri Baru Asmuni, bertepuk tangan satu
kali dengan keras, tanda menghentikan bacaan, dan meredalah bacaan “laa
ilaa ha ilallah”
Kemudian, masih dengan agak gugup Santri Baru Asmuni melanjutkan
dengan do’a penutup, pelan tapi jelas terdengar bacaan “Allahumma inni
a’udzubika minal khobaa’its wal khobaa’itsi, dibaca dengan khusuk sambil
memejamkan mata dan mengangkat tangan berulang-ulang, sedangkan para
santri yang lain dan para undangan turut mengamini. Itulah do’a yang
terpampang dipintu masuk kamar mandi umum santri.
Ketika mau pulang, tuan rumah bertanya dengan sedikit berbisik, “Ustadz kok tadi bacaanya hanya itu?”
Di jawabnya dengan percaya diri yang dipaksakan, “Ooohh … Itu bacaan yang paling utama.”
Dan tak lupa tuan rumah memberikan tiga besek tersendiri khusus pada Santri Baru Asmuni.
Sambil memerintah Santri Senior, “Kang tolong dibawakan,” sambil
menyodorkan tiga besek bingkisan dan jalan kaki, Santri Baru Asmuni
ganti mengerjai.
Sedangkan Santri Baru Asmuni pulang di antar oleh keluarga tuan rumah naik motor.
Kabar terakhir Santri Baru Asmuni, menjadi da’i dan kyai muda di
pulau Dewata Bali, dan sudah naik haji… Barokah Kyai, Santri Baru Asmuni
menjadi KH. Asmuni.