Doa dan Lampirannya


Alkisah, Ahmad, seorang ketua RT akan menunaikan ibadah haji. Sebagai seorang ketua RT yang berpengaruh, Ahmad didatangi oleh para tetangganya.

“Tolong, nanti kalau di depan Multazam, anak saya si Badu didoakan agar meninggalkan sikap badungnya,” kata Pak Kasimo yang memiliki anak super badung, dan selalu meresahkan kampong.

“Saya mohon pak Ahmad mendoakan saya agar segera naik pangkat, karena status saya sebagai pegawai kok stagnan,” pinta Pak Abdul, seorang pegawai rendahan di sebuah instansi.

“Semoga saya segera mendapatkan jodoh yang baik,” harap Alisa yang usianya kian menua, tapi tak kunjung dapat jodoh.

Walhasil, ternyata yang meminta didoakan pak Ahmad cukup banyak, sehingga pak Ahmad berinisiatif untuk mencatat semua “aspirasi” warganya itu.

Tiba hari H, ketika pak Ahmad selesai melakukan thawaf, pak Ahmad berdoa di depan Multazam dengan khusyu’, sambil mengeluarkan catatan “aspirasi” warganya yang berlembar-lembar.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Suasana di depan Multazam sangat padat, dan sangat riuh oleh orang-orang yang berdoa atau orang-orang yang bertawaf. Setiap pak Ahmad mulai menyebut nama tetangganya satu persatu, pada saat itu juga datang arus besar massa yang mendesak tubuhnya. Praktis ia kesulitan untuk dapat membaca lampiran catatan aspirasi warganya. 

Dan tiba-tiba, lampiran catatan aspirasi warganya pun hilang, sehingga pak Ahmad pun agak panik dan sedih. Maka meluncurlah kata-kata pak Ahmad dalam doanya “Ya Allah, kabulkanlah doaku beserta lampirannya!” Amin !

Kiriman Muhammad Nuh Sholeh, Sidoarjo-Jatim