Lebih Besar dari Kuburan

KH Ali Maksum dikenal sangat dekat dengan para santrinya. Sekitar 2000 santri, beliau mengenal namanya, bahkan sampai daerah asalnya.  Karena begitu dekatnya, semua santri merasa menjadi santri kesayangan beliau. Kalaupun Mbah Ali marah, santri justru senang, karena mendapatkan perhatian dari sang kiai.

Kedekatan Mbah Ali dengan santri ternyata bukan saja terjadi di pondok saja. Ketika santri sudah pulang di rumah, kedekatan itu masih sangat terasa. Ini dikarenakan kegemaran Mbah Ali dalam silaturrahim. Ketika sampai daerah tertentu, Mbah Ali selalu menyempatkan mampir ke rumah para santrinya.

Ada rasa bangga buat seorang santri ketika rumahnya dirawuhi kiainya. Tetapi ada seorang santri Krapyak yang justru enggan ketika Mbah Ali mau silaturrahim. Namanya Zainuri. Selepas nyantri di Krapyak, ia berpetualang di Jakarta. 

Setelah menghadiri suatu acara di Jakarta, saat itu Zainuri menemui Mbah Ali. Saat itu Mbah Ali mau mampir ke kontrakan Zainuri.

“Aku mau mampir ke tempatmu,” kata Mbah Ali.

Mboten (tidak). Kiai tidak usah ke tempat saya. Tempat saya sangat sempit,” jawab Zainuri.

Zainuri yang kosnya sangat kecil merasa malu kalau kiainya mampir. Zainuri takut tidak bisa menyediakan tempat layak buat kiai tercintanya.

“Wes, aku pengen mampir ke tempatmu,” tegas Mbah Ali.

Zainuri sudah tidak bisa berkata apa-apa. Ini dawuh kiai. Dengan perasaan yang gelisah, akhirnya Zainuri manut saja dengan dawuh kiainya. Sesampai di kos, Zainuri mempersilahkan Mbah Ali untuk masuk kosnya yang sangat kecil.

“Ini  kiai, kos saya sangat kecil.”

“Ini besar, tidak kecil. Kan lebih besar dari pada kuburan.”

Mbah Ali tertawa bersama Zainuri. Dalam hati, Zainuri sangat bangga, karena kiainya selalu memberikan nasehat yang teduh buat hidupnya.

Kisah ini diceritakan oleh Ibu Nyai Ida Rufaida, putri alm. KH Ali Maksum di acara peringatan haul ke-24 di Krapyak. (Rokhim Bangkit)