Orang Betawi dan Orang Medan di Hari Lebaran

Kanaikan harga BBM membikin masyarakat kalang kabut. Semua kebutuhan hidup mahal. Sembako, pakaian, angkot, semua mahal. Namun, dalam kondisi sulit seperti itu untungnya masih ada hal-hal lucu yang membikin kita tetap bersemangat hidup.
Ceritanya begini, seorang ibu asli Betawi naik microlet no. 01 jurusan Kampung Melayu Pasar Senin. Ia naik dari depan kampus Universitas Indonesia Salemba dan hendak menghadiri satu acara di PBNU, Jl. Keramat Raya, kira-kira berjarak kurang dari 1 km.
Sampainya di depan Gedung PBNU si ibu tadi bilang, �kiri Bang!� dan langsung turun dan membayar sopir yang ternyata orang Padang itu dengan uang seribu rupiah.
Si sopir kaget dan langsung mengembalikan uang seribuan tadi. �Bah, cuma s�ribu bu?!� kata Si abang Medan (dengan logat Padang, �).
�Lhah.. Baru naek Bang!� kata ibu ngotot.
�Iya tahu. Ini BBM naek. S�ribu limaratus Bu, limaratus lagi�� kata Si abang memelas.
�Udah segitu aje cukup. Baru naek dari kampus tong!� Ibu tadi semakin jengkel.
Si abang tetap tidak mau kalah. Meski lalu lintas keluar-masuk PBNU macet karena microlet tadi berhenti tepat di gerbang gedung PBNU, Si abang tadi tak peduli. Maklum para supir pada mengeluh, untuk membeli bengsin saja tak cukup apalagi membeli kebtuhan anak-istri menjelang lebaran. Si Tiba-tiba ia mendapatkan ide baru. Ia tersenyum dan langsung menyerang ibu tadi dengan kata-kata baru. �Bah� Bu� kurang Bu, limaratus lagi� ini l�baran bu,� katanya memelas lagi.

�L�baran kek sempitan kek emang gue pikirin�,�  kata si ibu masa bodoh dan langsung beranjak masuk ke gedung PBNU. Kacian dech lo Bang!
Perbedaan bahasa kadang membuat banyak kesalahfahaman. Namun bagi mereka yang murah senyum dan senang humor, perbedaan dan kesalahfahaman justru menjadi sedekah. Cerita tadi diperoleh dari Gus Dur, entah dari mana dia dapatnya. (anm)