Awal Bulan dan Datang Bulan


Pak Wakil Presiden H Muhammad Jusuf Kalla sempat mengundang para pentolan dua organisasi Islam Indonesia NU dan Muhammadiyah ke rumah kediamannya. Maksud hati ingin menanyakan "Kenapa sihNU dan Muhammadiyah sering lebaran berbeda, padahal kan Al-Qur'an dan Hadits yang dipakai sama?"
Singkat cerita, setelah dijelaskan akhirnya Pak Wapres faham bahwa perbedaannya adalah soal metodologi penentuan awal bulan Hijriyah. Jika NU berpendirian bahwa dikatakan awal bulan itu kalau sudah ada hilal, yakni bagian dari bulan baru yang bersinar sejenak setelah matahari terbenam. Demikian yang dikehendaki secara qath'idalam hadits Nabi Muhammad SAW. Sementara Muhammadiyah berpendirian bahwa awal bulan itu dihitung ketika bulan sudah menjadi baru atau selesai berevolusi tanpa harus nampak hilal. Kedua-duanya menghitung posisi bulan dengan ilmu hisab atau astronomi.
Jadi persoalannya adalah beda derajat saja. Jika NU berpendapat bahwa awal bulan itu terjadi setelah bulan berada pada dua derajat sehingga terjadi hilal dan bisa dilihat di bumi, sementara Muhammadiyah yang penting sudah sudah selesai berevolusi meskipun hanya nol derajat dan belum bersinar menandai bumi.

Nah Pak Wapres yang sedari awal menginginkan lebaran bersama (mungkin karena urusan hari libur dinas nasional dan lain sebagainya) akhirnya memberanikan diri untuk usul.
"Wah kalau persoalannya begitu sekarang gimana kalau NU derajatnya dikecilkan sedikit dan muhammadiyah dibesarkan dikit, nanti kan ketemu beres," katanya agak serius.
Para tamu terdiam sejenak lalu tertawa bersama-sama. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi langsung nyeletuk, "Wah Pak Wapres ini ndak bisa membedakan antara awal bulan dan datang bulan," katanya. "Ya namanya Wapres saudagar ya begitu-itu pikirannya." Para tamu tertawa lagi. Persoalannya tidak sesederhana itu Pak Wapres!(Anam)