Kisah Empat orang Dermawan

Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), selama ini dikenal sebagai kota seribu masjid, seolah mau menandingi Bali sebagai pulau dewata dengan seribu pura. Pembanguan masjid di Mataram memang banayak disumbang baik kalangan kaya maupun rakyat biasa, biarpun rumah gubuk, yang penting mesjidnya megah, itu moto mereka.
Pada suatu hari di sebuah daerah di kota Mataram dibangun sebuah masjid besar, biayanya ditanggung oleh empat pengusaha besar kota itu, yaitu H. Ibrahim, H. Musa, H. Salam dan H Yahya, mereka itu sebenarnya bukan muslim yang taat, bahkan predikat haji baru saja mereka peroleh.
Ketika mesjid sudah jadi, segera diresmikan, tidak lupa keempat nama dermawan tadi disebut-sebut jasanya, baik oleh pak Kiai sebagai pengelola masjid maupun oleh Bupati, sebagai kepala daerah. Setelah upacara peresmian selesai dengan dibacakan doa dan bacaan selawat yang selelu dialunkan sepanjang upacara, lalu terakhir diselenggarakan sembahyang Isyak untuk pertama kalinya.
Dalam sembahyang Isyak itu kiai membaca surat al quran yang agak panjang yakni surat Tasbih, yang diujung ayat yang dibaca kiai itu berbunyi : shuhufi Ibrahima wa Musa,  mendengar bacan itu Yahya yang tak tahu arti ayat itu heran �kok nama penyumbang lain H Ibrahim dan H.  Musa disebut, padahal saya juga penyumbang besar masak namaku dan H Salam tidak dilaporkan  sang imam pada Tuhan dalam salatnya. Tiba-tiba terdengar suara  makmum serentak menyahut �alaihis salaam�. Lho H Salam giliran disebut sementara saya tidak   kalau begini caranya amal saya bisa tidak diketahui oleh Tuhan, bahaya ini� gumamnya dalam hati. Karena itu  ia buru-buru nenambahkan dengan bersuara keras, juga Yahyaa�..

Saat itu para jamaah pada heran ada orang yang berani bicara dalam sembahyang, tetapi mereka diam, sementara jamaah yang ada didekatnya tidak bisa menahan diri, tertawa cekikikan, akhirnya mundur membatalkan sembahyang, tidak tahan melihat kedunguuan H Yahya. Baru setelah solat selesai jamaah heboh, hingga akhirnya sang imam menjelaskan�bunyi surat Tasbih memang begitu, sama sekali bukan untuk melupakan jasa Pak Yahnya,� jelas sang Imam. �Ooo    begitu to maksudnya, habis saya khawatir amal saya tidak diterima Allah� jawabnya sambil tersipu-sipu. (MDZ)***