Kisah Sastrawan dan Politisi

Saat  membincang sastra pesantren di sebuah diskusi rutin NU Online, seorang audient mempertanyakan kenapa Arif Mudatsir Mandan (sebagai salah satu pembicara diskusi,red) berpindah dari seorang sastrawan ke politisi (anggota DPR-RI dari PPP,red).
"saya kira alasannya, karena apresiasi masyarakat terhadap penyair atau sastrawan cukup diskriminatif",tanya audient tadi bersemangat.
"dibanding sastrawan, politisi lebih dihargai dalam masyarakat kita. karena secara ekonomi politisi diuntungkan,sedang sastrawan kurang diuntungkan", lanjutnya dengan nada yang cukup sengit
Giliran Arif M. Mandan menjawab pertanyaan yang menyoal dirinya tersebut, dia memberikan contoh bahwa tidak semua masyarakat meminggirkan sastrawan dan mengapresiasi politisi.
Dalam event wisuda sarjana di sebuah perguruan tinggi , seorang dekan yang dikenal cukup apresiatif tanpa pandang bulu meminta para wisudawan yang dapat nilai A untuk berdiri, serentak mereka yang bersangkutan berdiri.
"anda  memang luar biasa, bisa mendapatkan nilai A. saya yakin anda semua nantinya akan menjadi para birokrat dan teknokrat handal", kata Dekan tadi seraya diiringi tepuk tangan hadirin.
"bagi wisudawan yang mendapat nilai B, silahkan berdiri", kata bapak dekan
"anda semua adalah orang yang sangat hebat, bisa memperoleh nilai B. saya yakin anda semua akan menjadi seorang pengusaha dan eksekutif muda yang disegani", puji bapak dekan saat yang bersangkutan berdiri, juga diiringi tepuk tangan meriah.

Giliran saat bapak dekan meminta berdiri bagi yang dapat nilai C
"anda semua bukanlah orang sembarangan, bisa mendapat nilai C. saya yakin, dimasa mendatang anda akan menjadi sastrawan dan politisi yang dielu-elukan" kata dekan, lagi-lagi diiringi tepuk tangan yang jauh lebih meriah dibanding sebelumnya.
"sekarang tergantung kita, mau dapat nilai A, B atau C ?", kata Pak Arif mengakhiri. (alf)