Kyai dan Nasi Bungkus


Suatu hari, KH Wahab Chasbullah mengajak KH Bisri Syansuri bersilaturahim kepada beberapa kyai di Jawa Timur. Ditemani seorang sopir dan seorang santri, berangkatlah dua kyai besar itu. 
Tujuan pertama ditetapkan ke Kediri, lalu Nganjuk, baru ke Surabaya dan sekitarnya.

Untuk sarapan, mereka tidak khawatir karena Kediri dan Nganjuk dekat, dan pasti tuan rumah akan menyiapkan makanan. 

Dalam perjalanan pulang ke Jombang, Mbah Wahab menyuruh sopirnya berhenti di warung pinggir jalan.


Kemudian Mbah Wahab mengajak Mbah Bisri ke warung. Sudah pasti Mbah Bisri tidak mau, meskipun sebenarnya lapar. Mbah Wahab pun sebenarnya paham dengan sikap Mbah Bisri yang  wira’i. Hanya ingin menggoda saja. 

Akhirnya Mbah Bisri tinggal di mobil sendirian. Sementara tiga orang pergi makan di warung. Tapi diam-diam Mbah Bisri pesan ke santrinya.

“Heh.. bungkusno siji yo…” pintanya.

“Inggih (iya) Mbah,” si santri pelan menjawab.

Ketika Mbah Wahab dan sopir makan, si santri diam-diam mengantar nasi untuk Mbah Bisri. Ia pun langsung makan. 

Belum selesai Mbah Bisri makan, Mbah Wahab dan sopirnya sudah berdiri tegak di samping mobil.

“Lho… katanya nggak mau?” tanya Mbah Wahab sambil senyum-senyum. 

“Aku kan nggak mau ke warungnya tapi mau nasi bungkusnya. Kyai kok nongkrong di warung?” timpal Mbah Bisri enteng. Mbah Wahab hanya tersenyum-senyum. (Miftah Farid MH)