'Lebe' palsu

Di sebuah desa yang mayoritas penduduk terkenal �abangan�, namun budayanya cenderung NU hanya memiliki satu orang �lebe� (Mudin/Imam) sebagai pemimpin seluruh kegiatan keagamaan seperti tahlilan. Malam itu, ada beberapa keluarga menyelenggarakan tahlinan mengundang tetangga sekitarnya. Untuk memulai acara, mereka harus menunggu giliran �lebe� datang. Pas malam itu hujan lebat, di tempat salah satu tempat acara tahlinan belum dimulai, karena �lebe� belum datang. Hingga malam larut, �lebe� belum juga datang karena hujan belum reda. Sementara, hidangan tumpeng dengan lauk-pauk lengkap yang dihidangkan di tengah-tengah mereka sudah mulai dingin Bosan lama menunggu dan mengantuk karena capek seharian kerja, salah satu tetangga, Pak Sukra, angkat bicara Pak Sukra :� Priben kiye, wes bengi ? Apa pan ngenteni �lebe�ne teka ? Udane belih mandeg-mandeg. Katone �lebe�ne belih bisa teka mrene. Mulai bae ya, belih usah tahlil tapi langsung donga (doa) Pak Sukra : "Langsung donga ya"? Bismillahirahmanirrohim, allahuma tumpeng ana, allahuma tempe ana, allahuma tahu ana, allahuma endog ana, allahuma iwak ana. Amin. -Nafal A Ramadhan-���