Coba kalau seseorang jatuh dan patah tangannya, maka orang (Jawa)
bilang, untung cuma tangannya, bukan kakinya yang patah. Kalau kena
kakinya, untung bukan kepalanya, kan bisa gegar otak. Seperti ini
jugalah yang dialami penulis ketika terkena musibah bom di Hotel JW
Marriott, 5 Agustus 2003 yang lalu.
Penulis bersama tamunya, seorang warga negara Singapura sedang makan
siang di restoran Syailendra Marriott, selesai pukul 12.44 wib, mendadak
diguncang bom dengan suara menggelegar. Berantakanlah Hotel JW Marriott
dibuatnya. Penulis langsung tiarap menuju lobi dan Iari keluar. Dahi
penulis terkena pecahan kaca yang perlu dijahit di Instalasi Gawat
Darurat RS. Jakarta, Setelah penulis bercerita, tetangga bilang "Untung
susuknya (pengembalian uang bayar makan) lambat sehingga tidak segera
pulang melewati lobi saat bom meledak, kalau tidak.... ??
Untung berikutnya, supir penulis yang semula parkir di sebelah mobil
kijang bermuatan bom. Namun karena ia mengantuk, dipindahkanlah mobil ke
basement dan selamatlah mobil serta si supir. Untung supirnya
mengantuk, kalau tidak... ??
Untung ketiga, waktu penulis check up ke dokter bedah (hari keempat)
di sebuah Rumah Sakit. Karena timbul,bengkak-bengkak di muka (hematoma)
dan jahitan perlu diperiksa. Penulis datang ke dokter bedah dan setelah
ditangani, dokternya menolak dibayar. Rupanya dokter telah melihat
tayangan televisi dan membaca koran yang memuat para korban termasuk
penulis. Kata teman, untung.... kena bom, jadi nggak bayar...?? , Wah,
gawatl! Mungkin perlu ditambah... Untung...tidak mati ??!!