Perbedaan NU dan Muhammadiyah tentang Hilal


Dalam sebuah sidang Isbat, seorang wakil dari Muhammadiyah menyatakan bahwa untuk menentukan lebaran tidak perlu  melakukan rukyah, karena perhitungan hisab yang akurat sudah bisa memastikan hilal akan muncul dan lebaran tiba.
Sementara kalangan NU berpendapat bahwa walaupun sudah melakukan rukyah juga masih perlu dikonfirmasi dan diiuji di lapangan sehingga diketahui apakah hilalnya tampak atau tidak. Karena itu NU selalu gigih melakukan rukatul hilal, sementara Muhammadiyah tidak perlu menguji teorinya.
Melihat kenyataan itu seorang peserta berkomentar; “aneh ya orang NU dan Muhammadiyah itu”
“Apanya yang aneh?” tanya temannya. “Mereka berpikir berdasarkan paradigma mereka masing-masing jadi  pantas kalau berbeda hasilnya”
“Justeru itu”, sahut temannya ”selama ini orang Muhammadiyah kan paling demen sama bulan sabit, sehingga digunakan sebagai lambang partai mereka (Masyumi, MI dan PBB). Ternyata mereka malah tidak mau mencari hilal atau bulan sabit. Sementara sejak NU keluar dari Masyumi sangat alergi dengan simbol bulan sabit itu, tetapi setiap peralihan bulan mereka selalu sibuk mencari bulan sabit di kaki langit”
“Ya maklumlah”, komentar temannya ”Muhammadiyah tidak mau repot dengan hilal yang ada di langit yang posisinya selalu berubah. Karena itu disimbolisasi menjadi lambang yang bisa disimpan dan dimiliki. Sedangkan NU menolak simbolnya tetapi menerima barang otentiknya.” (bregas)