Kiai Romli dikenal sebagai kiai sederhana yang tidak memikirkan harta
benda. Ia hanya mementingkan ilmu agama. Ia tidak mau dipusingkan
kemewahan harta, seperti mobil.
Suatu hari, seorang santrinya yang sudah sukses bernama Jumadi bersilaturrahim kepada Kiai Romli. Sebagai rasa syukur usahanya, Jumadi ingin memberikan hadiah sebuah mobil kepada kiainya tersebut.
“Kiai, alhamdulillah usaha saya berkembang besar. Ini saya bawa mobil dua, mau saya kasihkan kepada kiai satu mobil ,” kata Jumadi kepada Kiai Romli.
Karena tidak mau dipusingkan dengan urusan perawatan mobil, kiai Romli menolaknya.
"Tidak usah Jum, bikin repot saja,” jawab kiai Romli berkali-kali.
“O ya sudah pak kiai, kalau begitu mobil saya bawa pulang,” lanjut Jumadi.
Suatu hari, seorang santrinya yang sudah sukses bernama Jumadi bersilaturrahim kepada Kiai Romli. Sebagai rasa syukur usahanya, Jumadi ingin memberikan hadiah sebuah mobil kepada kiainya tersebut.
“Kiai, alhamdulillah usaha saya berkembang besar. Ini saya bawa mobil dua, mau saya kasihkan kepada kiai satu mobil ,” kata Jumadi kepada Kiai Romli.
Karena tidak mau dipusingkan dengan urusan perawatan mobil, kiai Romli menolaknya.
"Tidak usah Jum, bikin repot saja,” jawab kiai Romli berkali-kali.
“O ya sudah pak kiai, kalau begitu mobil saya bawa pulang,” lanjut Jumadi.
“Jangan dibawa pulang Jum, biar disini mobilmu,” timpal kiai Romli.
Jumadi bingung dengan pernyataan kiainya ini. “Bagaimana kiai? Kok tidak boleh dibawa pulang lagi, kiai kan menolak hadiah ini?”
“Maksudku Jum, mobil ini biar di sini tetapi tetap menjadi milikmu. Bila ada kerusakan atau ganti ban kan masih tanggunganmu bukan saya yang mengganti,” jelas kiai sambil terkekeh-kekeh.
“Oalah begitu ya pak kiai. Siap, kalau ada apa-apa terkait mobil ini, hubungi saya pak kiai,” jawab Jumadi seraya mengecup tangan kiai berpamitan pulang. Satu mobilnya ditinggal di rumah kiainya. (Qomarul Adib)