Suatu ketika, Rasulullah SAW menyampaikan kisah
seorang anggota sebuah "geng" Bani Israil yang telah membunuh
sembilanpuluh sembilan orang sebelum Islam datang. Dalam kisahnya,
Rasulullah SAW menceritakan bahwa orang ini kemudian menyesal dan ingin
bertaubat. Maka ia pun lalu mendatangi seorang pendeta. Ia menanyakan
apakah Allah masih berkenan menerima taubatnya, mengampuni dan
melimpahkan rahmat kepadanya?
Sang Pendeta mengatakan bahwa dia sudah terlalu jahat, dosanya sudah terlau banyak dan tidak bisa diampuni lagi. Demi mendengar jawaban sang rahib yang mengatakannya sudah terlalu jahat, maka ia menjadi marah dan membunuh Pendeta tersebut, sebagai orang keseratus yang dibunuhnya.
Namun dia kembali menyesali perbuatannya dan bertanya kepada seorang alim dari Ahli Kitab. Rupanya, Ahli Kitab ini lebih bijak, dengan mengatakan bahwa masih ada jalan untuk bertaubat. Namun terdapat syarat yang harus dijalaninya.
Orang yang telah membunuh seratus manusia ini harus keluar dari negerinya dan pergi ke negeri seberang. Di sana ia akan menemui banyak sekali orang-orang yang sedang bertaubat dan senantiasa berbuat baik serta meminta ampun kepada Allah SWT.
Maka ia pun berniat taubat dan memulai perjalanannya. Hingga di tengah perjalanan dia jatuh dan mati atas takdir Allah SWT. Melihat hal ini, Malaikat Rahmat (pemelihara) dan Malaikat Adzab (penyiksa) kemudian mendatangi sosok jenazah orang tersebut. Kedua malaikat ini terlibat perselisihan, keduanya mengakui orang tersebut sebagai bagiannya. Sang malaikat pemelihara menginginkan untuk memelihara dan memuliakannya. Sementara malaikat penyiksa juga menginginkan untuk menyeret dan menyiksanya.
Kedua mailaikat tersebut kemudian menghadap Allah SWT, hingga Allah memerintah keduanya untuk mengukur jumlah langkah pembunuh yang telah mati dan bertaubat tersebut. Setelah diukur, maka diketahuilah bahwa tubuhnya telah satu jengkal lebih dekat ke arah tujuan. Ia telah meninggalkan wilayah kemaksiatannya lebih jauh.
Maka dia pun menjadi milik malaikat rahmat (pemelihara), sementara dosa-dosanya membunuh seratus orang telah diampuni seluruhnya oleh Allah SWT. Benarlah bahwa di antara rahmat Allah SWT, adalah kecintaan pada hamba yang bertaubat kepada-Nya.
A. Khoirul Anam
Sang Pendeta mengatakan bahwa dia sudah terlalu jahat, dosanya sudah terlau banyak dan tidak bisa diampuni lagi. Demi mendengar jawaban sang rahib yang mengatakannya sudah terlalu jahat, maka ia menjadi marah dan membunuh Pendeta tersebut, sebagai orang keseratus yang dibunuhnya.
Namun dia kembali menyesali perbuatannya dan bertanya kepada seorang alim dari Ahli Kitab. Rupanya, Ahli Kitab ini lebih bijak, dengan mengatakan bahwa masih ada jalan untuk bertaubat. Namun terdapat syarat yang harus dijalaninya.
Orang yang telah membunuh seratus manusia ini harus keluar dari negerinya dan pergi ke negeri seberang. Di sana ia akan menemui banyak sekali orang-orang yang sedang bertaubat dan senantiasa berbuat baik serta meminta ampun kepada Allah SWT.
Maka ia pun berniat taubat dan memulai perjalanannya. Hingga di tengah perjalanan dia jatuh dan mati atas takdir Allah SWT. Melihat hal ini, Malaikat Rahmat (pemelihara) dan Malaikat Adzab (penyiksa) kemudian mendatangi sosok jenazah orang tersebut. Kedua malaikat ini terlibat perselisihan, keduanya mengakui orang tersebut sebagai bagiannya. Sang malaikat pemelihara menginginkan untuk memelihara dan memuliakannya. Sementara malaikat penyiksa juga menginginkan untuk menyeret dan menyiksanya.
Kedua mailaikat tersebut kemudian menghadap Allah SWT, hingga Allah memerintah keduanya untuk mengukur jumlah langkah pembunuh yang telah mati dan bertaubat tersebut. Setelah diukur, maka diketahuilah bahwa tubuhnya telah satu jengkal lebih dekat ke arah tujuan. Ia telah meninggalkan wilayah kemaksiatannya lebih jauh.
Maka dia pun menjadi milik malaikat rahmat (pemelihara), sementara dosa-dosanya membunuh seratus orang telah diampuni seluruhnya oleh Allah SWT. Benarlah bahwa di antara rahmat Allah SWT, adalah kecintaan pada hamba yang bertaubat kepada-Nya.
A. Khoirul Anam